Minggu, 19 Desember 2010

Akhirnya ga karuan

Ketika bergabung untuk pertama kalinya dalam pengalaman pertama pula dalam dunia karier atau pekerjaan. Saya merasa tertantang ketika direksi mem"push" saya untuk menyumbangkan ide yang berkaitan dengan background akademi saya dalam bidang manajemen. Beliau memberikan kepercayaan kepada saya untuk berkoordinasi dengan salah satu provider untuk membangun rancangan sistem "remote" manajemen di proyek dengan perangkat teknologi tinggi. Sebelumnya saya hanya menindaklanjuti dari pertemuan yang di awali direksi dalam membicarakan visi tersebut kepada provider yang telah di undang direksi.
Pada dasarnya saya telah meragukan "proyek" ini bisa berjalan. Selama beberapa bulan saya bekerja di sini saya mengamati dengan menanyakan bagaimana perusahaan ini berjalan kepada rekan kerja saya. Beberapa sebagian dari rekan kerja pesimis akan perkembangan sistem yang mungkin di terapkan. Pasalnya, perusahaan ini perusahaan jasa kontraktor dengan manajemen keluarga.
Di waktu yang pernah berjalan dalam mengoptimalkan perkembangannya perusahaan ini berupaya meningkatkan kemajuan melalui training karyawan. Manajemen mendatangkan motivator dalam membangkitkan jiwa kepemimpinan karyawan. Berharap "stimulan" tersebut dapat merubah cara kerja karyawan sehingga produktifitas karyawan dapat meningkat dalam mencapai tujuan perusahaan. Hasil dari training yang pernah berjalan berupa kesepakatan dalam bentuk coretan tanda tangan karyawan dalam perumusan visi dan misi perusahaan. Akan tetapi pada kenyataannya upaya itu tak berjalan semestinya. Karyawan merasa bahwa tak ada perubahan yang berarti dalam pekerjaan dan kariernya.
Menanggapi upaya direksi dalam melakukan peningkatan teknologi pengendalian manajemen proyek seharusnya didahului dengan konsistensi dan komitmen manajemen untuk terus menganalisis dan mengevaluasi sistem yang telah berjalan, sedang berjalan, dan akan berjalan. Diperlukan desain dan perencanaan yang matang dalam mengidentifikasi dan merumuskan setiap permasalahan yang ada pada sistem tersebut. Selain itu hal yang sangat fundamental dari upaya tersebut adalah kesiapan SDM dan manajemen dalam merubah budaya kerja dan keterbukaan semua personil perusahaan untuk terus optimis guna mencapai kemajuan yang akan datang. Sederhananya manajemen pun lebih dalam lagi menguras pemikirannya dalam memotivasi karyawan baik berupa kesepakatan-kesepakatan imbalan "reward" pun disisi lain adanya sangsi-sangsi "punishment". Disinilah di tuntut keterlibatan seluruh elemen perusahaan dalam mencapai kesepakatan tersebut. Tentunya hal itu berguna sebagai harmonisasi upaya keras perubahan sistem yang akan dijalankan.
Menarik inti pembicaraan yang diinginkan direksi melakukan kerjasama tersebut, kiranya bagi saya hanya menjadi proyek "dadakan" yang sama sekali tanpa di awali perencanaan yang matang. Mengikuti alur sistem yang masih berjalan di perusahaan sangat sulit sekali nantinya mengimbangi "pemaksaan" sistem baru tersebut.
Perlunya pembenahan manajerial yang matang jika ingin semua berjalan dengan layaknya. Di semua perubahan lini dari lini bawah sampai puncak. Begitupun divisi, prosedural yang tertulis bukan hanya menjadi goresan tinta memenuhi formalitas legal, ke administrasian, dan arsip yang menjadi setumpuk lembaran yang tidak ada gunanya. Padahal jika seluruh prosedural di kaji dengan benar dan tepat dengan perwujudannya melalui tata kelola yang rapi sesuai tempat dan porsi yang benar. Melakukan analisa dan evaluasi dengan kesungguhan, menyusun berbagai alternatif cara perbaikan. Memang sangat di perlukan kerja keras dan konsistensi upaya ke arah tersebut.
Setelah mendengarkan apa yang hendak dinginkan direksi dari maksud proyek "dadakan" tersebut dengan pertemuan pertama saya dengan pihak provider. Saya menyusuri sistem manajemen yang telah berjalan di perusahaan. Banyak usaha manajerial yang menghasilkan buah mentah. Artinya usaha tersebut tidak berjalan sebagaimana mestinya. akhirnya mereka kembali lagi pada sistem lama. Mungkin dorongan dari manajemen hanya sekedarnya atau personilnya sendiri terlalu mencintai "comfort zone" yang dirasa cukup dan puas dengan pekerjaannya. Internalisasi budaya lama yang begitu mengakar.
Dengan sisa keyakinan saya mulai bergerak mulai dari laporan proyek. Proses itu pun saya dapatkan dengan berinteraksi bersama karyawan senior. Yaitu material dan absensi, serta akumulasi prestasi pekerjaan. Direksi menginginkan setidaknya adanya laporan berkala proyek. Dapat memonitor proyek jarak jauh menjadi lebih intensif tentunya di lengkapi dengan fasilitas teknologi komunikasi dari sistem tersebut. Sehingga pengendalian proyek nanti dapat di analisis sesuai kebutuhan. Bahkan lebih jauh lagi dengan adanya fasilitas komunikasi ini manajer proyek ataupun supervisor dapat mempresentasikan laporannya dilengkapi grafik-grafik tren pekerjaan dari jarak jauh. Menggunakan fasilitas komunikasi canggih ini haruslah saya ukur dari pendanaan, kemampuan masing-masing pegawai, fasilitas penunjang yang harus ada, dan mungkin penambahan seorang profesional guna menguji sistem baru yang akan dilaksanakan. Ini sangat menyita waktu dan persiapan yang sangat matang.
Melihat dari jenis usaha jasa perusahaan serta lambatnya penawaran kembali dari provider, saya merasa semakin mengecil untuk melanjutkan "misi" ini.
Tetapi koordinasi kembali dengan pihak provider kembali tersambung. Pertemuan kami kali ini mereka fasilitasi dengan turut mengundang seorang profesional teknologi. Mendengarkan apa yang menjadi tujuan perusahaan ini memiliki teknologi komunikasi yang dimaksud ternyata memang jauh sekali untuk di wujudkan. Harus ditentukan secara pasti setiap kesediaan material menurut jenis, ukuran, harga yang harus di sesuaikan dengan teknis dan efisiensi biayanya serta ketepatan jadwal yang semestinya. Belum lagi sistem manajemen kami yang masih masa penjajakan dan belum pernah melakukan pengujian sehingga bisa dikatakan benar-benar berhasil dan telah melalui tahap evaluasi sistem tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar